jagadpos.id, Madiun - Pengadilan Negeri Kota Madiun, Jawa Timur, kembali menggelar sidang kasus pembunuhan terhadap Heru Susilo alias Heru Banjarejo, warga Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun, dengan terdakwa masing masing Heri Cahyono alias Gundul bin Budi (berkas sendiri), Irwan Yudo Hartanto alias Kentir bin Munadi dan Hari Prasetyo alias Ateng bin Bejo (berkas jadi satu), dengan agenda keterangan saksi, Senin 9 Desember 2019.
Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU), menghadirkan saksi orang tua korban. Karni, istri korban, Hermin serta dua tetangga korban masing masing Katirah dan Upik Rahayu. Selain itu, JPU juga memeriksa saksi ‘mahkota’ (terdakwa menjadi saksi untuk terdakwa lain dalam rangkaian satu perkara). Mereka yang diperiksa sebagai saksi mahkota, yakni Irwan Yudo Hartanto alias Kentir dan Hari Prasetyo alias Ateng. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Heri Cahyono alias Gundul. Pun begitu sebaliknya, Heri Cahyono juga diperiksa sebagai saksi dengan terdakwa kedua rekannya. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa.
Kepada majelis hakim, ibu korban, Karni, selain memberikan kesaksian, dengan histeris dan berurai air mata, ia meminta kepada majelis majelis agar terdakwa dijatuhi hukuman mati. Permintaan ibu kandung korban ini, diikuti isak tangis rekan rekan korban yang duduk di kursi pengunjung.
“Saya minta Gundul dihukum mati. Aku mati bersama anakku juga tidak apa apa,” kata Karni dihadapan majelis hakim dengan histeris dan berurai air mata.
Sedangkan istri korban, Hermin, memberikan kesaksian, suaminya dibunuh oleh Gundul di depan mata anaknya yang masih berumur enam tahun. Pasalnya, saat kejadian, anaknya berada di luar.
Setelah ditusuk oleh terdakwa Gundul, korban sempat menemuinya. “Mah, aku ditusuk ki piye (Ma, aku ditusuk ini gimana?),” terang istri korban, Hermin.
Sedangkan kesaksian Erwan dan Hari Prasetyo untuk terdakwa Gundul, sebelum kejadian mereka bersama sembilan orang rekannya, termasuk Gundul, minum minuman keras di bekas gedung bioskop Arjuna.
“Kemudian kami diminta mengantar mencari rumah Heru Banjarejo. Saya dibonceng Bambang. Namun Bambang tidak jadi ikut,” kata Ateng.
Sedangkan keterangan Gundul di hadapan majelis hakim, ia mengaku dendam dengan korban karena saat sama sama berada Lapas Klas I Madiun, korban dianggap memonopoli sebagai bandar dadu di dalam Lapas.
“Saya dendam! Dia (korban) saat jadi bandar dadu di dalam (Lapas) tidak mau gantian. Ada dua orang musuh saya. Selain Heru Banjarejo, satu lagi namanya Agus Hariyanto, orang Nambangan Kidul,” terang Gundul, di hadapan majelis hakim.
Karena itu, kemudian ia membeli pisau gunung di depan Carefure seharga Rp.80 ribu untuk menusuk korban. Pisau itu dibelinya selang 17 hari setelah ia keluar dari Lapas atau lima hari sebelum kejadian penusukan. Dengan mengajak mengajak Irwan, Hari dan Bcmbang (nama terakhir tidak jadi ikut karena turun di Bundaran Taman), ia mencari rumah korban dan terjadilah penusukan.
JPU tidak percaya begitu saja atas alibi Gundul menusuk korban hingga tewas. “Masak cuma karena bandar dadu, saudara sampai menusuk korban. Mungkin ada hal lain antara saudara dengan korban sehingga membuat saudara dendam,” tanya JPU.
Namun Gundul tetap kokoh pada jawabannya. “Iya, karena dia tidak mau gantian menjadi bandar dadu,” jawabnya dengan menunduk.
Usai pemeriksaan saksi mahkota, sidang ditunda Senin 6 Januari 2020, dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU.
Sementara itu ratusan teman korban dari PSHT Pusat Madiun, tak bisa masuk ke halaman pengadilan karena dibarikade oleh petugas keamanan.
Dalam sidang Senin (2/12) minggu lalu, JPU juga telah menghadirkan beberapa saksi. Empat diantaranya, masing masing Suryo, Agus Riyanto, Susanto dan Bambang, merupakan teman terdakwa. Sedangkan sisanya yakni dari kepolisian, rumah sakit dan tetangga korban.
Menurut saksi Bambang, memang dirinya ikut berangkat mencari rumah korban dan mengetahui rencananya sesampai di dekat SMPN 10 ,turun dari sepeda motor(tidak jadi ikuy)," urai JPU dihadapan majelus hakim yang diketuai Salman Alfaris,SH dengan anggota masing-masing Ni Kadek Kusuma Wardani,SH,MH dan Catur Bayu Sulistyo,SH
Sesampainya terdakwa di rumh koerban,saat korban membuka pintu,terdakwa langsung mengambil pisau sangkur yang diselipkan di belakang,kemudian dengan menggunakan tangan kanan,langsung menusuk perut korban bagian kiri,"kemudian terdakwa bermaksud mencabut pisau tersebut dengan maksud agar tidak ada barang bukti,akan tetapi bukan pisau yang terlepas dari perut korban,tapi hanya gagangnya saja,sedangkan pisau tetap menancap di perut korban,kemudian terdakwa melarikan diri dan membuang gagang pisau di timur rumah korban,"urai JPU.
Terungkap pula akan dakwaan,terdakwa melakukan hal tersebut terhadap korban karena ia memiliki rasa dedam,karena sebelumnya antara terdakwa dengan korban pada saat sama-sama menjadi narapidana di lapas kelas I Madiun,pernah terjadi perselisihan,"perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dengan ketentuan pasal 340 KUHP (tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati)subsider perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dengam ketentuan pasal 338 KHUP atau kedua primer perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dengan ketemtuan pasal 335 ayat (2) KHUP subsider perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dengan ketentuan pasal 352 ayat (3) KUHP," pungkas JPU.
Dakwaan nyaris serupa,juga didakwakan terhadap terdakwa Irwan Yudo Hartanto alias Kentir bin Milunadi dan terdakwa Hari Prasetyo alias Ateng bin Bejo,dalam kasus yang sama,namun berkasnya displit (dipisahkan).
Untuk mengingatkan ,Heru Susilo alias Heru Banjarejo,warga Kelurahan Banjarejo Kecamatan Taman kota Madiun,yang juga warag Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun,tewas setelah ditusuk dengan pisau oleh Heri Cahyono di depan pintu rumahnya(1/9/2019) lalu.
(s.rud/jp edit)
0 Comments